Menghasilkan dollar dengan survey

Sunday 9 August 2009

Peran komik Indonesia sebagai media komunikasi dalam pembangunan Pendidikan Moral

1.1 Latar Belakang

Komik Indonesia mengalami masa jaya pada era 1968 sampai 1970-an dan mulai surut Pada era tahun 1980-an, Sejak kehadiran komik Jepang dan Amerika yang menawarkan tokoh-tokoh dan cerita yang menarik mampu menyihir dengan pembaca yang kebanyakan anak-anak karena dianggap lebih apresiasi dan kreatif baik dari segi gambar, tema, maupun cerita dan mulai meninggalkan komik Indonesia. Lalu apa yang membuat para komikus kita seakan ”mati” ditelan oleh derasnya arus peredaran komik – komik impor?Yaitu kekuatan komik Indonesia itu sendiri baik dari segi narasi maupun tema komik. Komik Indonesia dianggap terlalu monoton, tidak menarik dan belum ada inovasi yang mampu mebuat pambacanya ketagihan atau penasaran dengan ceritanya. Walaupun dari segi gambar sudah mulai bagus, namun tema cerita dan gaya cerita tidak komunikatif terhadap pembaca (Antara, 2008).

Terlalu sibuknya komikus pada dunianya sendiri dan Komunitas-komunitasnya serta “bersembunyi” dalam profesi lain misalnya animator film iklan, desainer grafis, dan ilustrator buku/majalah.mengakibatkan terjadi kesenjangan komikus Indonesia dengan masyarakat. Komikus Seharusnya lebih dekat dengan masyarakat dari Bankir sampai tukang bengkel. (Antara 2008).

Jepang merupakan salah satu negara yang memandang komik secara positif. Mereka menjadikan komik sebagai salah satu media komunikasi untuk menyampaikan ide-ide pemikiran mereka, nilai-nilai kehidupan, pengetahuan dengan gaya cerita yang menarik, tema yang bervariasi, dan cerita yang seakan telah disusun secara matang sehingga menghasilkan alur cerita yang menarik dan selalu membuat pembacanya semakin penasaran. Scott McCloud (1993) dalam bukunya Understanding Comics menjelaskan bahwa komik adalah seni visual berturutan dalam jarak yang berdekatan, bersebelahan. Menurut Cloud komik memanfaatkan ruang dalam media gambar untuk meletakkan gambar demi gambar sehingga membentuk suatu alur cerita yang utuh. komik bukan hanya sebatas cerita ”fiksi” atau ”dongeng untuk anak tidur” melainkan komik juga bisa Sebagai media komunikasi visual yang dapat diterapkan sebagai alat bantu pendidikan, menjadi alat promosi bisnis, alat penyuluhan, alat kampanye, media propaganda, dan pembentuk opini dalam pers. Hal ini yang kiranya masih kurang dimiliki oleh komikus kita. Contohnya saja, ”Say Hello to Dr Black Jack” yang menceritakan tentang dokter dan masalah-masalah di dalam dunia kedokteran serta selain itu juga disisipkan nilai-nilai kehidupan yang dikomunikasikan ke pembaca melalui interaksi antara dokter dgn pasiennya , ” Kunimitsu” yang bercerita seorang pemuda Jepang ingin mengubah jepang menjadi lebih baik dengan menjadi sekretaris anggota dewan bahkan di halaman belakang diberikan suatu rubrik obrolan seputar masalah politik yang memberikan wawasan luas mengenai politik disamping nilai-nilai kehidupan pun juga diangkat dikomik ini.”Toruko de watashi mo kangaeta” yang memberikan wawasan kehidupan sehari-hari di Turki dan makanan Turki (Ishizawa Takeshi,2003) . Seharusnya kita bisa belajar dari Jepang baik dari segi tema, gambar dan narasi tetapi dengan tidak menghilangkan karakter yang sudah ada bukan berarti kita meniru. Budaya tidak pernah bersih dari pengaruh luar dan baiknya apabila kita lakukan sintesis-sintesis dari budaya yang ada, lalu mengembangkan menjadi suatu karakter yang kuat seperti yang dilakukan jepang.( Ifan Adriansyah Ismail,2008).

Kurangnya peran komik Indonesia membuat komik impor semakin digandrungi oleh pembaca terutama anak-anak. Walaupun banyak komik impor yang bagus, tetapi ada juga yang tidak baik untuk perkembangan anak itu sendiri. Pihak penerbit maupun distributor tidak ada usaha untuk melarang anak-anak untuk membeli komik tersebut. Contohnya komik yang sedang diminati oleh anak-anak sekarang seperti komik Detektif Conan yang menampilkan kasus-kasus pembunuhan yang belum layak diperlihatkan kepada anak-anak. Crayon sinchan karakter bocah berusia lima tahun dengan imajinasi dan visualisasi seksual, dan dikhawatirkan memberikan dampak negatif terhadap perkembangan kognisi seksual anak. Meski pada akhirnya terungkap bahwa di negeri asalnya, pasaran komik Sinchan adalah orang dewasa. Tentu saja, secara fenomenologis, tiap subyek pengkonsumsi komik akan memiliki interpretasi yang berbeda sesuai dengan pengalaman, latar belakang sosial, dan pengetahuan dasarnya. Obyek kultural – dalam bentuk komik, kartun, atau apapun – tidak dapat memiliki arti yang hadir dari dirinya sendiri untuk setiap orang. Dengan kata lain, tiap orang yang mengkonsumsi obyek budaya akan membentuk pengertian “keluar” dari obyek budaya tersebut daripada berusaha untuk mengerti pemaknaan yang ada “di dalam” obyek budaya tersebut. Kalau sudah seperti itu , peran orangtua sangat penting dimana berkewajiban untuk memberikan pengarahan kepada anak-anaknya mengenai isi komik tersebut. Parahnya jika orang tua hanya menganggap komik itu hanya bacaan murahan anak-anak sebagai pengisi waktu kosong. Marcell Boneff dalam sebuah tulisan berjudul Sebuah Cermin Ideologi:Cerita bergambar Indonesai(1983). Di indonesia komik masih sering dianggap sebagai hasil kebudayaan yang tak bernilai dan dianggap sebagai ”sampah khayalan” bagi anak-anak. Undang-Undang yang berlaku pun tidak mampu untuk menahan peredaran komik impor, sehingga peredaran komik asing yang seharusnya tidak diperuntukkan untuk anak-anak, menjadi konsumsi sehari-hari bagi anak-anak. Hal ini bisa berdampak buruk bagi perkembangan baik moral maupun etika anak itu sendiri. Yang perlu diperhatikan bahwa daya ingat anak-anak masih lebih kuat dibandingkan dengan daya ingat orang dewasa dan gambar-gambar pada komik membuat cerita lebih mudah diserap dan teks membuatnya lebih mudah dimengerti, sementara alur membuat pesan yang hendak disampaikan melalui komik dapat lebih mudah untuk diikuti dan diingat. Alangkah baiknya jika komunitas-komunitas komik Indonesia lebih memperdebatkan masalah ini sebagai sesuatu terobosan untuk perkembangan komik Indonesia itu sendiri ketimbang memikirkan hal-hal yang teknis.

2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana menjadikan peran komik Indonesia sebagai suatu bentuk seni dan media komunikasi visual yang efektif dalam menyampaikan informasi sebagai pembangun moral bangsa

TUJUAN

Penulisan karya tulis dengan judul “ komik Indonesia sebagai media komunikasi dalam pembangunan Pendidikan Moral”bertujuan antara lain:

Peranan Seni komik Indonesia dapat berkembang dan menjadikannya suatu media komunikasi yang efektif dalam penyampaian ide-ide, nilai-nilai kehidupan serta pengetahuan kepada pembaca.

membangkitkan semangat komikus Indonesia untuk membuat komik Indonesia yang bersifat mendidik dan membangun.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Komik Indonesia di Indonesia

Perkembangan komik di Indonesia masih bisa dibilang telah menemukan titik terang namun nampak masih terengah – engah. Berbagai cara pun dilakukan,salah satunya terus melakukan cetak ulang atau digambar ulang komik-komik yang telah terbit dari tahun 1960-1970an dengan tetap mempertahankan format aslinya dan diperjual belikan hanya pada orang atau tempat-tempat tertentu dengan maksud mengenang atau untuk menghargai karya-karya komikus Indonesia serta dikenal oleh generasi muda. Namun cerita yang masih terkesan kaku dan harganya yang mahal mengurangi minat masyarakat untuk membacanya dan hanya kalangan-kalangan tertentu yang sudah lama berkecimpung dalam komik Indonesia saja bahkan mengoleksinya.

Di samping itu, sebagai bentuk ”perlawanan” derasnya arus komik impor yang membanjiri toko-toko buku para komikus mengambil Jalan Indie atau disebut ”Independen” atau ”Underground”. Komu­nitas indie memilih jalur yang ber­beda dengan komik mainstream, baik dari segi isi, guratan gambar, maupun distribusinya. Gerakan komik Independen ini makin berkembang dengan menghasilkan karya yang tak hanya menjadi media alternatif saja, melainkan muncul pula komik-komik yang sangat mengutamakan kebebasan berpikir Tema pun diambil dari segala aspek baik dari yang berbau seks hingga politik dengan format cetakan yang ber­beda, yaitu fotokopi dan bukan cetakan, dan komik indie tetap berusaha mendekatkan diri pada pasar. Komik-komik ini mampu diapresiasi lebih luas, terutama untuk pembaca dewasa seperti seri Heavy Metal atau produk komik keluaran Fantagraphics yang sangat menonjolkan erotisme, komik seri Fables yang meretas kisah antara dongeng, parodi, dan sastra sampai komik jurnalistik karya Joe Sacco (sudah diterjemahkan di Indonesia) yang mampu pula meraih penghargaan prestisius di luar komik (Dony Anggoro,2004). Para komikus yang ber­main dalam komunitas indie dengan se­ngaja membuat komik yang berbeda ka­rena tidak ingin terjebak ke arus mainstream dan kehilangan kekhasannya sendiri. Alternatif lain ialah dengan membuat kumpulan gambar yang dikirimkan dari kelompok atau komunitas mereka sendiri. Kreativitas membuat ce­rita dan gambar sama sekali tidak di­batasi dan diberikan kebebasan yang seluas-luasnya.

Ada pula yang mengubah image komik Indonesia yang terkesan terlalu serius menjadi lebih segar dan bugar seperti komik Manga dan juga mengubah nama menjadi ”ala jepang” semata-mata disesuaikan dengan permintaan pasar. Tetapi bukan berarti mengikuti permintaan pasar, komikus tidak dapat berkreasi, malahan menjadi sebuah tantangan bagi komikus untuk berkreatifitas dalam keterbatasan aturan tersebut (KOMPAS, 2004).

Berbagai even pun dilakukan demi mengenalkan komik Indonesia lebih dalam lagi kepada masyarakat baik dengan seminar, Workshop,Pameran, maupun Perlombaan bagi komik dan komikus Indonesia. Pekan Komik Nasional contohnya. Dalam ajang tersebut diadakan beberapa kegiatan seperti Workshop Komik, Seminar Komik, Lomba Komik, serta didirikan beberapa stand yang berhubungan dengan komik baik assesoris seperti bross, t-shirt, dll. Pesertanya pun berasal dari komunitas komik, Pelajar SMA,bahkan UMUM. Bahkan komunitas-komunitas tersebut mencoba terjun langsung untuk memperkenalkan komik dengan mendatangkan sekolah mereka dan mengajarkan para murid sekolah untuk mem­buat komik. Dan sebagai penghargaan atas semangat komikus Indonesia untuk tetap berkarya dibuat suatu ajang penghargaan yang disebut Kosasih Award . Ajang ini selain sebagai penghargaan, juga sebagai motivasi bagi komikus Indonesia untuk terus berkarya memajukan perkomikan Indonesia.

Media Informasi pun turut membantu mengembangkan komik nasional. Artikel yang hadir di media cetak, majalah, format tabloid atau fanzine yang mengkhususkan diri pada komik , serta berbagai liputan dan obrolan di televisi dan radio untuk membuka wawasan masyarakat untuk lebih mengapresiasi komik nasional. Teknologi internet merupakan media informasi yang paling berperan penting dalam pengembangan komik Nasional. Dari Media ini muncul berbagai komunitas komik katakanlah Pengajian Komik DKV, Masyarakat Komik Indonesia, KomikIndonesia.com, Komik Alternatif, dan lain sebagainya. Kini dunia semakin tak terbatas dan siapapun diseluruh belahan dunia, dapat berinteraksi atas minat yang sama, yaitu komik nasional. Keberadaan berbagai komunitas ini mempermudah komunikasi diantara para pelaku, pengamat dan penikmat komik.

2.2 Komunikasi yang efektif

Menurut Stpehen Covey, komunikasi merupakan ketrampilan yang penting dimana manusia menganggap komuniksi hal yang otomatis terjadi begitu saja dan tidak sempat berfikir bagaimana melakukannya dengan efektif.

Unsur yang paling penting dalam komunikasi bukan sekedar pada apa yang kita tulis atau kita katakan, tetapi pada karakter kita dan bagaimana kita menyampaikan pesan kepada penerima pesan. Jika kata-kata ataupun tulisan kita dibangun dari teknik hubungan manusia yang dangkal (etika kepribadian), bukan dari diri kita yang paling dalam (etika karakter), orang lain akan melihat atau membaca sikap kita. Jadi syarat utama dalam komunikasi efektif adalah karakter yang kokoh yang dibangun dari fondasi integritas pribadi yang kuat (Aribowo Prijosaksono dan Roy Sembel, 2002).

2.3 Peran Komik Indonesia Untuk Media Komunikatif Pendidikan

Sebagian besar masyarakat masih menganggap bahwa dan dianggap hanya untuk menghabiskan waktu serta memberikan mimpi-mimpi fantasi yang tak nyata bagi anak-anak Komik tidak dapat memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan dan bekal masa depan pembacanya, terutama para siswa, karena tak seperti apa yang diperoleh jika mereka membaca buku-buku pelajaran di sekolah. Seperti yang diungkapkan Kamus Oxford (2000) yang mendefinisikan komik sebagai majalah, yang khususnya diperuntukkan bagi anak-anak, berisi cerita bergambar (Oxford University Press, 2000). Hal ini memang tak salah karena dunia komik memang dekat sekali dengan dunia anak. Bahkan banyak yang percaya bahwa komik adalah bacaan anak-anak. Kekhawatiran muncul dari Orang tua karena komik dianggap hanya sebagai pengganggu motivasi anak-anaknya untuk tidak mau membaca buku pelajaran. Di samping itu, keasyikan membaca komik dapat mengalahkan prioritas anak-anak (siswa) yang seharusnya lebih banyak membaca buku pelajaran, Sehingga dibeberapa sekolah sering mengadakan razia komik pada jam-jam belajar. (Iksan, 2006). Selain itu, membaca komik Marcell Boneff dalam sebuah tulisan berjudul Sebuah Cermin Ideologi:Cerita bergambar Indonesai(1983). Di indonesia komik masih sering dianggap sebagai hasil kebudayaan yang tak bernilai dan dianggap sebagai ”sampah khayalan” bagi anak-anak. Sehingga dalam dunia pendidikan komik lebih banyak menyumbangkan efek negatifnya.

Padahal di Jepang dan Amerika Serikat memandang positif terhadap komik. Di kedua-dua negara tersebut, buku komik yang bermutu telah digunakan secara meluas sebagai buku pelajaran sekolah. Buku pelajaran dalam bentuk komik dapat menjadi sarana pendidikan efektif untuk membangkitkan motivasi membaca dan belajar bagi siswa sekolah Mengingat komik sebagai media yang paling banyak digemari dan paling tinggi peringkatnya dalam memotivasi banyak orang, muda maupun tua, untuk gemar membaca. Maka dari itu,Hal ini harus disadari penuh oleh Masyarakat khususnya pemerintah bahwa dengan komik, anak-anak khususnya siswa SD, SMP, SMA dapat lebih mudah mengungkapkan ide, kritikan, perasaan, pentafsiran, penganalisaan, penghayatan, dan wawasan mereka. Upaya untuk membuat buku pelajaran dalam bentuk komik di Indonesia bukan tidak pernah dilakukan, namun kendala birokrasi pemerintah yang akhirnya selalu menjadi benturan bagi komikus lokal dan pemerhati pendidikan dalam mengedepankan ide kreatifnya untuk menjawab kebutuhan siswa saat ini.

IV. PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan mengenai peran komik

4.1.1 Peran komik sebagai Seni

Persoalan komik dianggap bacaan anak-anak adalah persoalan yang tidak mudah. Anggapan-anggapan yang menyudutkan komik sebagai dampak negatif harus segera dibenahi. Komikus senior Dwi Koendoro Br. dalam sebuah wawancara di harian Kompas mengatakan kejadian ini adalah dosa industri media terhadap masyarakat sehingga yang patut disalahkan sebenarnya masyarakat yang tak mengerti esensi komik itu sendiri (Donny Anggoro,2003). Ini membuktikan bahwa masih menunjukkan betapa kita masih kurang menghargai komik yang justru oleh peneliti asal Prancis, Marcel Bonneff dianggap sebagai gambaran moralitas bangsa. Di pihak sastrawan, Mocthar Lubis, berpikiran lebih jauh dengan menyatakan bahwa Komik adalah salah satu alat komunikasi massa yang memberi pendidikan baik untuk kanak-kanak maupun untuk orang dewasa. (Karna Mustaqim, 2004).

Setelah dilakukan survey terhadap 50 responden secara acak dengan komposisi pelajar 20 % usia 13-17 tahun, mahasiswa 30 % usia 18-23 tahun, Orang tua 50 % usia 25 – 45 Tahun. Didapatkan beberapa hasil yang menunjukkan bahwa Komik di Indonesia tidak dianggap bacaan anak kecil.

Diagram 4.1 Tentang Peran Komik dalam masyarakat

Dari Hasil tersebut Di dapat bahwa 65 % koresponden yang berkisar antara mahasiswa dan dan pelajar mengatakan bahwa komik tidak lagi sekedar bacaan anak-anak, tapi 65% mengatakan komik juga memberikan pengetahuan dan menghilangkan stress(Diagram 4.2). Walaupun masih ada 35 % yang masih merupakan bacaan anak-anak. Komik masih dianggap tidak mendidik dan malah membuat anak menjadi malas belajar

Diagram 4.2 Alasan Komik dianggap bukan bacaan anak-anak

Berdasarkan diagram diatas, komik itu sendiri masih dianggap bukan merupakan seni yang harus dibudayakan.Hal tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap komik dan ketidaktahuan bahwa komik sendiri adalah bagian dari seni yang mendapat apresiasi. Untuk memberikan pemahaman yang lebih mengenai komik, maka komikus nasional lebih mendekatkan diri dengan masyarakat khususnya orang tua. Komunikasi yang efektif untuk melakukan ini adalah berdialog langsung antara orang tua dengan komikus itu sendiri. Cara ini bisa dilakukan dengan mengadakan Seminar ataupun workshop di sekolah-sekolah dengan melibatkan peran serta orang tua. Jadi, tidak hanya dengan siswanya saja. Selain tujuannya untuk memberi pemahaman yang lebih juga diharapkan orang tua bisa mengarahkan kepada anaknya mana komik yang boleh dibaca dan baik untuk perkembangan moralnya. Kadangkala, pesan yang ingin disampaikan oleh penulis komik tidak tersampaikan kepada anak malah hal yang cenderung jelek itu yang diingat oleh anak. Untuk mengantisipasi hal ini, peran orang tua untuk membimbing anaknya memahami cerita komik yang sedang dibaca. Dan dengan cara ini, komukis nasional bisa memperkenalkan komik-komik karya anak bangsa yang bermutu, dengan gambar dan cerita yang menarik sehingga meningkatkan minta baca anak-anak pada komik Indonesia. Dari diagram 4.3 menujukkan bahwa 80% koresponden mengatakan perlu adanya bimbingan orang tua menanggapi komik –komik yang tidak layak untuk anak-anak

Diagram 4.3 Diagram Pengawasan Orang tua terhadap minat baca komik

Diagram 4.4 Diagram Peerlunya Undang-Undang perkomikan

55 % Mengatakan perlu adanya Undang-Undag khusus yang membahas permasalahan komik di Indonesia. Sedangkan 45 % mengatakan tidak perlu. Mereka beralasan seharusnya para pembaca yang harus bisa selektif dalam memilih komik dan anak-anak khususnya, harus lebih mendapat perhatian dari orang tuanya untuk menangani masalah ini.

4.2.2 Komik Sebagai Media komunikatif Pendidikan

Untuk menujukkan kepada masyarakat bahwa komik Indonesia tidak ’mati’, salah satunya dengan mengupayakan Komik Indonesia Sebagai Media komunikatif Pendidikan. Kenapa harus pendidikan? Mengingat komik digemari anak-anak terutama yang duduk dibangku SD, dan SMP, maka cara ini mudah sekali untuk mendekatkan komik Indonesia dengan anak-anak.

53 % mengatakan bahwa komik Indonesia bisa menjadi buku pelajaran. Sedangkan 42 % mengatakan tidak bisa dikarenakan Kendala birokrasi yang rumit. untuk menjadikan buku pelajaran dalam bentuk komik atau gambar di Indonesia adalah setiap calon buku pelajaran harus diseleksi terlebih dahulu oleh Pusat Perbukuan Depdiknas. Hal ini pernah dialami oleh suatu penerbit.dan komik pendidikan yang ditawarkannya tak lulus karena tim penilainya terdiri dari profesor yang sudah tua-tua , kaku, bahkan tampaknya tidak tahu apa yang dibutuhkan siswa generasi sekarang (Wahono, 2006). Memang membuat komik pendidikan tentunya memerlukan modal yang cukup besar pula, namun sesungguhnya masalah ini bisa saja teratasi jika mendapat dukungan penuh dari Pemerintah.

Diagram 4.5 Diagram komik Indonesia sebagai media komunikatif dalam pendidikan

Ketidakfleksibelan pemerintah, dalam hal ini diwakili oleh Depdiknas, dalam mewujudkan buku pelajaran dalam bentuk komik, yang terbukti di negara lain dapat meningkatkan motivasi belajar dan gerakan cinta membaca, selalu menjadi kendala terbesar. Di Jepang, pemerintah menyadari betul bahwa anak-anak sekolah di negaranya sangat menggemari komik (manga), dan memahami bahwa adanya kecenderungan siswa untuk malas dan letih membaca buku-buku pelajaran yang tebal dan penuh dengan deretan kalimat (Wahono, 2006). Bahkan tidak untuk anak SD atau SMP saja, buku pelajaran dalam bentuk komik dibuat untuk materi-materi yang sangat rumit, seperti perhitungan Matematika dalam bidang Teknologi Informasi. Dengan komik, konsep-konsep yang rumit justru bisa lebih dipahami dengan mudah (Wahono, 2006). Menyoroti pula soal ini, Ia berpendapat bahwa komik dapat menjadi media pembelajaran yang sangat efektif sebagai contoh untuk menjelaskan konsep-konsep yang sangat abstrak dan memerlukan objek yang konkrit pada beberapa mata pelajaran. Misalkan Fisika, Kimia atau Matematika. Atau memberi penggambaran yang konkrit pada masa lalu pada satu kejadian sejarah.

4.2 Upaya- Upaya Untuk mengatasi Peran komik Indoensia sebagai media komunikatif pendidikan yang baik.

Ada upaya-upaya untuk mengatasi masalah Tersebut yang diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Perlu adanya Undang-Undang yang Rinci tentang peredaran komik di Indonesia baik lokal maupun Impor. Komik harus dipisahkan sesuai usia pembacanya bahkan baiknya komik-komik yang dikhususkan untuk dewasa (17 tahun ke atas) diberikan tempat khusus yang tidak bercampur dengan komik anak. Untuk ini, Baik dalam pendistibusian komik, sampai pengkategorian komik. Sangat sedikit sekali komik dibahas dalam Undang-Undang 19 tahun 2002, itu pun hanya sebatas komik yang berorientasi Pornografi. Padahal banyak komik Impor yang beredar belum boleh dikonsumsi oleh anak-anak, seperti Pembunuhan, Kekerasan dll. Tapi setidaknya Undang-Undang ini bisa dijadikan sebagai suatu landasan dasar peredaran komik di Indonesia mengingat banyaknya komik Impor yang sekarang ini sudah bisa dikategorikan sebagai komik dewasa , masih dibaca oleh anak-anak. Para penerbit harus bisa mengatakan ’jangan’ kepada anak-anak yang membeli komik tanpa ditemani orangtuanya apabila tidak sesuai dengan usia mereka.

2. Komikus lokal perlu Melakukan Pendekatan dengan lapisan masyrakat dengan memanfaatkan event-event yang sudah ada dan media informasi yang cukup memadai sebagai salah satu wadah komunikasi antara komikus, penerbit, distributor, toko buku, pemerintah maupun masyarakat. Seperti ajang Kosasih award, suatu ajang yang paling mungkin dijadikan media komunikatif dengan mengajak orang pemerintahan untuk ikut berpartisipasi dalam ajang ini. Dengan ini, pihak pemerintah akan melihat sejauh mana perkembangan perkomikan Indonesia sampai saat ini. Dengan melakukan komunikasi yang baik dan efektif terhadap pemerintah, maka tidak memungkinkan kalau komik bisa dijadikan buku pelajaran khusunya komik Indonesia Semua pihak menyadari adanya masalah yang dapat dipecahkan, asalkan pintu-pintu komunikasi dibuka selebar-lebarnya. Dengan demikian semua pihak memahami kondisi yang terjadi.

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penulisan karya tulis dengan judul komik Indonesia sebagai media komunikasi dalam pembangunan Pendidikan Moral antara lain:

1 Perwujudan komik sebagai suatu seni dan komik Indonesia bisa menjadi lebih dekat dengan masyarakat apabila komikus lokal lebih mendekatkan diri dengan seluruh lapisan Masyarakat dengan terus memperkenalkan komik Indonesia melalui event-event yang bermanfaat demi perkembangan kemajuan komik Indonesia itu sendiri.

2 Dibutuhkannya Undang-Undang yang khusus membahas peredaran komik lokal maupun asing demi pembangunan moral bangsa.

3 Salah satu cara untuk memperkenalkan komik Indonesia melalui pendidikan dapat terwujud apabila terjadi komunikasi yang baik dan efektif terhadap pemerintah dan membuat komik Indonesia sebagai komik yang membangun moral dan bermutu.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penulisan karya tulis ini antara lain:

1. Keberhasilan Komik Indonesia sebagai seni yang terus berkembang dan bermutu menjadi tanggungjawab semua pihak baik komikus, pemerintah maupun masyarakat Indonesia sendiri.

2. Menjadikan komik Indonesia sebagai buku pendidikan merupakan langkah baik untuk memotivasi khususnya anak-anak untuk gemar membaca dan demi pengembangan diri anak itu sendiri baik dari segi akademis dan moral serta sebagai langkah awal komik Indonesia


No comments:

yasir master's Online